Standar Pelayanan Kefarmasian Apotek

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker dan tenaga kefarmasian lainnya. Definisi ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 dan diperkuat oleh Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2017. Apotek tidak hanya berfungsi sebagai tempat penjualan obat, tetapi juga sebagai pusat pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.

 Di Indonesia, apotek bukan hanya sekadar tempat jual beli obat. Apotek adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki peran krusial dalam menjamin ketersediaan, keterjangkauan, dan kualitas obat, serta memberikan pelayanan kefarmasian yang optimal kepada masyarakat. Untuk memastikan pelayanan ini berjalan dengan baik dan melindungi pasien, pemerintah telah menetapkan Standar Pelayanan Kefarmasian (SPK) di Apotek

Apa Itu Standar Pelayanan Kefarmasian Apotek? 

Standar Pelayanan Kefarmasian Apotek adalah serangkaian pedoman dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap apotek dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. SPK ini mencakup aspek-aspek mulai dari pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) hingga interaksi langsung antara apoteker dengan pasien. Tujuannya yaitu untuk menjamin mutu pelayanan, meningkatkan keselamatan pasien, dan mengoptimalkan hasil terapi obat.

SPK diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, salah satunya adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (dan perubahannya jika ada). Peraturan ini menjadi acuan utama bagi apoteker dan tenaga teknis kefarmasian dalam menjalankan praktik profesionalnya.

Ruang Lingkup Standar Pelayanan Kefarmasian Apotek


1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP

Pengelolaan sediaan farmasi dilakukan untuk memastikan bahwa semua produk yang ada di apotek dikelola dengan benar, mulai dari proses pengadaan hingga penyerahan kepada pasien. Aspek-aspek yang diatur meliputi:

Perencanaan: Menentukan jenis dan jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP yang dibutuhkan berdasarkan pola penyakit, data konsumsi, dan kemampuan apotek.

Pengadaan: Memilih pemasok yang terpercaya, memastikan keabsahan produk, dan menghindari produk palsu atau ilegal.

Penerimaan: Melakukan pemeriksaan teliti terhadap kondisi fisik, kesesuaian jumlah, dan tanggal kadaluwarsa produk yang diterima.

Penyimpanan: Menyimpan produk sesuai dengan persyaratan stabilitasnya (suhu, kelembapan, cahaya), memisahkan obat-obatan tertentu (narkotika, psikotropika), dan menerapkan sistem First Expired First Out (FEFO) atau First In First Out (FIFO).

Pemusnahan: Prosedur aman untuk memusnahkan produk yang kadaluwarsa, rusak, atau tidak layak pakai sesuai peraturan yang berlaku.

Pengendalian: Pencatatan dan pelaporan yang akurat untuk mencegah kehilangan, pencurian, atau penyalahgunaan.

2. Pelayanan Farmasi Klinis

Pelayanan Farmasi Klinis adalah inti dari pelayanan apotek modern, di mana apoteker berinteraksi langsung dengan pasien untuk mengoptimalkan terapi obat. Pelayanan farmasi klinis mencakup:


Pengkajian Resep: Apoteker memeriksa kelengkapan administrasi resep, kesesuaian farmasetis (bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas), dan pertimbangan klinis (indikasi, kontraindikasi, interaksi obat, alergi).


Dispensing (Penyiapan dan Penyerahan Obat):

Penyiapan Obat: Melakukan peracikan (jika diperlukan) dengan benar, menghitung dosis yang tepat, dan mengemas obat dengan etiket yang jelas.

Penyerahan Obat: Memberikan informasi yang komprehensif kepada pasien mengenai nama obat, dosis, cara penggunaan, frekuensi, waktu minum obat, lama penggunaan, efek samping yang mungkin timbul, dan hal-hal lain yang relevan. Ini juga dikenal sebagai Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Obat.


Pelayanan Informasi Obat (PIO): Menyediakan informasi yang akurat dan terkini mengenai obat kepada pasien, tenaga kesehatan lain, atau masyarakat umum. PIO bisa berupa konsultasi langsung, telepon, atau media lain.

Konseling Obat: Dialog interaktif antara apoteker dan pasien (atau keluarga) untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat, terutama untuk penyakit kronis atau obat dengan risiko tinggi.

Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care): Apoteker dapat memberikan pelayanan kefarmasian langsung di rumah pasien, khususnya bagi pasien dengan kondisi tertentu atau lansia. Ini bisa berupa kunjungan untuk evaluasi penggunaan obat, edukasi, atau pemantauan kepatuhan.

Monitoring Efek Samping Obat (MESO): Melakukan pemantauan dan pencatatan setiap efek samping yang dialami pasien akibat penggunaan obat, serta melaporkannya kepada pihak berwenang.

Pencatatan Rekam Farmasi (Patient Medication Record/PMR): Membuat catatan lengkap mengenai riwayat penggunaan obat pasien untuk memantau terapi, mencegah duplikasi, dan mengidentifikasi potensi masalah terkait obat.

Pentingnya Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian

Penerapan SPK di Apotek sangat penting karena:

  1. Menjamin Keamanan Pasien: Dengan prosedur yang terstandar, risiko kesalahan obat (medication errors) dapat diminimalkan, mulai dari dosis yang salah, obat yang keliru, hingga interaksi obat yang berbahaya.

  2. Meningkatkan Efektivitas Terapi: Informasi yang tepat dari apoteker membantu pasien menggunakan obat dengan benar, sehingga terapi yang diberikan dokter dapat mencapai hasil yang optimal.

  3. Mencegah Resistensi Antimikroba: Edukasi tentang penggunaan antibiotik yang bijak oleh apoteker merupakan bagian penting dalam upaya global mencegah resistensi.

  4. Membangun Kepercayaan Masyarakat: Apotek yang menerapkan SPK dengan baik akan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sebagai penyedia layanan kesehatan yang profesional dan bertanggung jawab.

  5. Perlindungan Hukum: Penerapan SPK juga melindungi apoteker dan apotek secara hukum dari potensi malpraktik atau kelalaian.

  6. Peningkatan Mutu Berkelanjutan: SPK mendorong apotek untuk terus mengevaluasi dan meningkatkan kualitas pelayanannya secara berkesinambungan.

Tantangan dan Harapan

Meskipun penting, penerapan SPK di Apotek tidak tanpa tantangan. Keterbatasan sumber daya manusia, infrastruktur, atau bahkan pemahaman apoteker dan pemilik apotek mengenai pentingnya SPK bisa menjadi hambatan. Namun, dengan dukungan pemerintah, organisasi profesi (seperti Ikatan Apoteker Indonesia), serta kesadaran dari apoteker itu sendiri, diharapkan setiap apotek di Indonesia dapat memenuhi SPK secara optimal.

Pada akhirnya, Standar Pelayanan Kefarmasian Apotek adalah fondasi yang kokoh untuk mewujudkan pelayanan kefarmasian yang bermutu tinggi, berpusat pada pasien, dan berkontribusi nyata pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.